BERITA UIN
Seminar Nasional Spirit Deklarasi Istiqlal: Merawat Keberagaman dari Perspektif Lintas Agama
UINSGD.AC.ID (Humas) — Dalam rangka merawat kebhinekaan dan kesatuan nasional serta mempererat tali silaturahmi lintas agama, Rumah Moderasi Beragama (RMB) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung bekerjasama dengan Gusdurian Bandung dan Bali Interfaith Movement (BIM) menggelar Seminar Nasional: Spirit Deklarasi Istiqlal yang berlangsung di Aula Utara Pascasarjana, Kamis (5/12/2024).
Seminar Nasional bertajuk “Menjaga Bumi Merawat Keberagaman: Perspektif Lintas Agama” ini menghadirkan tujuh narasumber: Suster Kristina Marie SGM, OD Saraningsih, SST. M. Kes, Ni Luh Putu Widi Arnitha Medyani Widiya, S.Kep., Wawan Gunawan, M.Ud., Romo Setiawan, Toni Rudiyanto, Rela Susanti, ST., M.Sos.
Acara ini menghadirkan keynote speech oleh Rektor UIN Bandung, Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag., serta dihadiri para tokoh lintas agama dan penggiat keberagaman dari berbagai daerah.
Dalam sambutannya, Rektor UIN Bandung, Prof. Dr. Rosihon Anwar, menyampaikan pentingnya “Rumah Moderasi Beragama” sebagai wadah silaturahmi antar pemimpin agama di Jawa Barat. Prof Rosihon berharap program tersebut dapat bekerja sama dengan berbagai kepercayaan untuk menerjemahkan semangat Deklarasi Istiqlal ke dalam implementasi nyata.
Dari deklarasi Istiqlal harus bisa dijalankan untuk mencapai kehidupan yang damai, harus bisa merangkul semua kalangan untuk bergerak bersama, seperti akademisi, penulis, pemerintah, politisi dan semua kalangan karena kewajiban ini adalah kewajiban semua. “Deklarasi Istiqlal tidak hanya menjadi kewajiban para pemuka (tokoh) agama saja tetapi juga semua kalangan perlu bergerak, termasuk akademisi, penulis, peneliti dan masyarakat umum. Dan hal ini (Deklarasi Istiqlal) bukan hanya sekedar teori tetapi juga harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, yang tujuan akhirnya adalah terciptanya perdamaian. Untuk itu, Deklarasi Istiqlal bukan hanya konsep atau teori, tetapi harus diwujudkan dalam praktik sehari-hari,” tegasnya.
Ketua Pelaksana, Dr. H. Usep Dedi Rostandi, Lc., M.A., menyampaikan bahwa seminar ini diharapkan memberikan solusi dari hadirnya dehumanisasi yang menjadikan agama sebagai alasan, serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan prilaku manusia itu sendiri.
Direktur Eksekutif Rumah Moderasi Beragama ini menekankan pentingnya dialog antar umat beragama sebagai sarana untuk memperkuat pemahaman bersama, mengurangi kesalahpahaman, dan mencari solusi atas persoalan sosial. “Dengan menerima dan menghargai perbedaan dalam keyakinan, adat istiadat, maupun cara pandang, kita dapat memperkuat nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, saling menghormati, dan kerja sama. Saya percaya bahwa dengan kebersamaan, kita mampu menciptakan dunia yang lebih damai dan harmonis,” ujarnya.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan dan penandatanganan Deklarasi Istiqlal, yang menegaskan komitmen bersama untuk menjaga keberagaman, keseimbangan hubungan manusia dengan alam, serta penguatan nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai informasi, Pemimpin Gereja Katolik Dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus, bersama Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, menandatangani deklarasi Istiqlal, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Penandatanganan dilakukan setelah dibacakannya isi deklarasi oleh Uskup Purwokerto Mgr. Tri Harsono dan Pimpinan Istiqlal Dr. Ismail Cawidu, M.Si, dengan disaksikan oleh tokoh-tokoh antar umat beragama di Indonesia.
(Penandatangan Deklarasi Bersama Istiqlal 2024 / Foto Humas istiqlal.or.id)
Adapun isi deklarasi bersama Istiqlal 2024 ialah sebagai berikut:
Deklarasi Bersama Istiqlal 2024
Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama Untuk Kemanusiaan
Seperti yang bisa dilihat dari kejadian beberapa dekade terakhir, dunia kita jelas sedang menghadapi dua krisis serius: dehumanisasi dan perubahan iklim.
1. Fenomena global dehumanisasi ditandai terutama dengan meluasnya kekerasan dan konflik, yang sering kali membawa jumlah korban yang mengkhawatirkan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah agama seringkali diperalat dalam hal ini, sehingga mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang, terutama perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia.
Padahal, peran agama harus mencakup peningkatan dan pemeliharaan martabat setiap kehidupan manusia.
2. Eksploitasi manusia atas ciptaan, rumah kita bersama, telah berkontribusi terhadap perubahan iklim, yang menimbulkan berbagai konsekuensi destruktif seperti bencana alam, pemanasan global, dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi.
(Pembacaan Deklarasi Bersama Istiqlal 2024 /Foto Humas istiqlal.or.id)
Krisis lingkungan yang sedang berlangsung ini telah menjadi hambatan bagi kehidupan bersama yang harmonis di antara masyarakat.
Menyikapi kedua krisis tersebut, sambil berpedoman pada ajaran agama masing-masing dan mengakui kontribusi dasar dan falsafah negara “Pancasila” di Indonesia, kami bersama para pemimpin agama lain yang hadir menyerukan hal-hal berikut:
i. Nilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama-agama kita harus dimajukan secara efektif untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian yang melanda dunia kita. Sejatinya, nilai-nilai agama harus diarahkan untuk meningkatkan budaya hormat, martabat, belarasa, rekonsiliasi dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi dan perusakan lingkungan.
ii. Para pemimpin agama khususnya, terinspirasi oleh narasi dan tradisi rohani masing-masing, harus bekerja sama dalam menanggapi krisis-krisis tersebut di atas, mengidentifikasi penyebabnya dan mengambil tindakan yang tepat.
(Pembacaan Deklarasi Bersama Istiqlal 2024 /Foto Humas istiqlal.or.id)
iii. Oleh karena terdapat satu keluarga umat manusia di seluruh dunia, dialog antar umat beragama harus diakui sebagai sebuah sarana yang efektif untuk menyelesaikan konflik-konflik lokal, regional, dan internasional, terutama konflik-konflik yang dipicu oleh penyalahgunaan agama.
Selain itu, keyakinan dan ritual-ritual agama kita memiliki kapasitas khusus untuk menyentuh hati manusia dan dengan demikian menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam terhadap martabat manusia.
iv. Menyadari bahwa lingkungan hidup yang sehat, damai, dan harmonis sangat penting menjadi hamba Allah dan pemelihara ciptaan yang sejati, kami dengan tulus mengimbau semua orang yang berkehendak baik untuk mengambil tindakan tegas, guna menjaga keutuhan lingkungan hidup dan sumber dayanya, karena kita telah mewarisinya dari generasi sebelumnya, dan berharap untuk dapat meneruskannya kepada anak cucu kita.
Saat diskusi ketujuh narasumber itu berbagi pengalaman dan pandangan mengenai isu-isu keberagaman, kemanusiaan, serta tanggung jawab menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Para pembicara menyampaikan konsep menjaga lingkungan hidup dalam perspektif agama masing-masing. Semua agama sepakat untuk menjaga kelestarian alam dari kerusakan, baik itu kerusakan yang diakibatkan oleh sampah, polusi udara, eksploitasi, serta hal lain yang merusak fungsi ekosistem.
Dalam kehidupan beragama tidak hanya memikirkan terkait hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi hubungan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya juga merupakan hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dengan serius.
Semua narasumber menyampaikan nilai-nilai kebaikan yang sangat universal yang bisa diimplementasikan oleh semua manusia tanpa memandang agama karena kewajiban yang tidak dibatasi oleh dinding agama.
Uniknya, pada Seminar Nasional ini juga dihadiri komunitas Gusdurian dan para penghayat kepercayaan yang telah menghadapi berbagai tantangan langsung di lapangan. Kehadiran mereka memperkaya diskusi dan memperkuat komitmen untuk mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif dan damai.
“Seminar ini diharapkan menjadi langkah awal menuju dialog lintas agama yang lebih mendalam dan konkret di masa depan, mengukuhkan semangat kebersamaan untuk merawat keberagaman demi kesejahteraan bersama,” pungkas Dr Usep. (Taorena Sandra)
Berita Lainnya
-
Kabar Duka dari Pascasarjana
23 December 2024 -
UIN Bandung Masuk 15 PTN Bereputasi Versi Scimago 2024
22 December 2024 -
Hari Ibu: Menag Harap Kaum Perempuan Makin Berdaya
22 December 2024